Perhatikan data sebagai berikut:
- Angka kematian akibat rokok di Indonesia mencapai 427.923 jiwa/tahun
- Berdasarkan hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang
- Dari 70 juta anak di Indonesia, 37 persen atau 25,9 juta anak diantaranya merokok.
- Sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan
- Tahun 2006 konsumsi rokok di Indonesia 230 milyar batang atau sekitar Rp 184 trilyun/tahun
- Untuk kepala keluarga dengan penghasilan Rp 1 juta/bulan dan pengeluaran rokok Rp 240 ribu/bulan, maka pengeluaran rokok mencapai 24% padahal banyak anak kekurangan gizi dan putus sekolah. Belum biaya pengobatan yang besarnya sekitar 2,5 kali dari biaya rokok yang dikeluarkan. Artinya jika pengeluaran untuk rokok besarnya Rp 184 Trilyun/tahun, biaya untuk pengobatan karena merokok sekitar Rp 460 Trilyun/tahun. Satu pemborosan yang disebut Allah sebagai saudara setan (Al Israa’:26-27)
- Di bungkus rokok disebut bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, gangguan kesehatan janin, dan impotensi. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Padahal perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru dan penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga dan asthma.
Dari data di atas merokok merusak kesehatan (diri sendiri dan orang lain) dan pemborosan sehingga anak jadi kurang gizi dan putus sekolah oleh karena itu MUI harus mengeluarkan Fatwa Haram Merokok. Apalagi ulama di Saudi, Malaysia, dan Iran sudah mengharamkannya.
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al Baqarah:195]
Ternyata penelitian membuktikan perokok pasif (istri, anak, dan orang yang berada dekat perokok) justru mendapat bahaya lebih banyak. Kenapa? Karena para perokok tidak menghirup asap rokoknya. Tapi menghembuskan asap rokoknya sehingga terhisap orang lain (perokok pasif)
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” [Asy Syu’araa:183]
Dari Sa’id Sa’d bin Malik bin ra, bahwa Rasululloh SAW bersabda, “Dilarang segala yang berbahaya dan menimpakan bahaya.” (Hadits hasan diriwayatkan Ibnu Majah, Daruquthni, dan Malik dalam Al-Muwatha’)
Merokok haram karena selain membahayakan diri dan orang lain juga merupakan pemborosan. Allah menyebut pemboros sebagai saudara syaitan
”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Merokok haram karena bukan hanya tidak berguna, tapi justru merusak:
Abu Hurairoh ra berkata: “Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)
Jika pabrik rokok ditutup kan para buruh akan menganggur?
Pertama ya. Pemerintah harus mengantisipasi hal ini. Diperkirakan ada sekitar 400 ribu buruh rokok di Indonesia yang menghidupi 1,6 juta orang (0,7%). Pemerintah harus menyediakan anggaran untuk memberi buruh tersebut modal berupa lahan untuk bertani/beternak, uang untuk usaha, atau pabrik untuk bekerja. Jika tiap buruh dapat bantuan Rp 50 juta, maka harus dianggarkan Rp 20 trilyun berupa pinjaman lunak tanpa agunan agar tidak terjadi gejolak.
Dari mana uang tersebut didapat?
Dengan menaikan cukai rokok sebesar 100% setahun sebelum penutupan pabrik (ini jika pabrik ditutup). Dari sini bisa didapat sekitar Rp 70 Trilyun.
Apakah akan ada pekerjaan lain bagi mantan buruh pabrik rokok?
Tentu ada. Uang Rp 184 trilyun/tahun yang biasa dibelanjakan untuk rokok tetap akan ada. Bahkan dengan tidak merokok, kesehatan dan produktivitas orang tersebut bisa meningkat sehingga dia bisa mendapat lebih misalnya Rp 250 trilyun/tahun. Uang tersebut bisa dia belikan susu, makanan, biaya berobat, dan sekolah bagi anaknya.
Industri rokok memang tutup, tapi industri lain seperti peternakan susu, pabrik susu, pedagang susu, klinik kesehatan, sekolah akan berkembang dan menyerap tenaga kerja baru. Toh sebelum ada pabrik rokok orang juga tetap bisa hidup dan bekerja.
MUI jangan haramkan rokok karena banyak orang yang bekerja di pabrik rokok dan sebagai penjual rokok
Kalau argumen ini diterima, maka minuman keras dan narkoba juga jangan diharamkan karena banyak orang bisa bekerja di pabrik minuman keras/narkoba atau jadi pedagang minuman keras/narkoba. Tapi karena berbahaya, pemerintah melarang narkoba.
Meski banyak menyerap pekerja, toh Nabi Muhammad tidak ragu-ragu menyampaikan bahwa babi dan minuman keras itu haram kepada ummatnya. Begitu mendengar fatwa ummat Islam segera menumpahkan arak yang ada di rumah-rumah ke jalan sehingga ketika itu jalan jadi berbau arak.
Sesuatu yang merusak meski ada manfaatnya haram jika kerusakannya lebih besar dari manfaatnya.
”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…” [Al Baqarah:219]
Bagaimana bagi Non Muslim atau orang Islam yang bandel tetap merokok?
Untukmu agamamu dan untukku agamaku. MUI tetap berhak mengeluarkan fatwa haram merokok. Masalah pabrik rokok tetap jalan itu adalah urusan pemerintah. Dalam Islam rokok yang merusak kesehatan dan merupakan pemborosan sudah jelas haram dan tidak bisa diutak-atik lagi.
Bukankah mayoritas ulama dulu hanya memakruhkan rokok dan tidak mengharamkannya?
Dulu teknologi kesehatan belum semaju sekarang dan belum menemukan bukti kuat bahwa rokok mengganggu kesehatan. Rokok dianggap tidak berbahaya dan hanya sekedar mubazir. Oleh karena itu mayoritas ulama hanya memakruhkannya saja.
Sekarang para ilmuwan sudah membuktikan rokok berbahaya dan menyebabkan lebih dari 400 ribu orang meninggal tiap tahun di Indonesia sehingga di bungkus rokok ditempel label bahaya itu. Oleh karena itu sudah selayaknya para ulama Indonesia menetapkan rokok sebagai barang haram. Apalagi Majelis Ulama di Arab Saudi, Iran, dan Malaysia telah menetapkan bahwa rokok itu haram.
Merokok tidak haram karena tidak ada dalil yang mengatakan rokok itu haram.
Jelas tidak ada dalilnya karena Nabi Muhammad hidup pada tahun 600-an masehi sementara rokok baru dikenal tahun 1500-an ketika bangsa Eropa melihat penduduk asli Amerika menghisap tembakau yang dibakar dalam pipa.
Hingga tahun 1940-an manusia menganggap rokok tidak berbahaya. Tahun 1962 pemerintah AS menunjuk 10 ilmuwan terkemuka untuk meneliti bahaya rokok. Tahun 1964 kesimpulannya dimuat di Laporan Surgeon General yang menyatakan bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan dan meminta pemerintah melakukan tindakan. Pada tahun 1965 penggunaan rokok turun 40% sejak diterbitkannya laporan tersebut (MS Encarta).
Rokok mengandung 4000 zat kimia di mana 43 di antaranya merupakan penyebab kanker. 90% kanker paru-paru disebabkan oleh merokok sementara sisanya merupakan perokok pasif.
Sekitar 442 ribu orang di AS tewas setiap tahun karena merokok. Rokok menyebabkan kanker paru2, tenggorokan, kandung kemih, ginjal, dsb. Di bungkus rokok jelas disebut bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, gangguan kesehatan janin, dan impotensi..
Segala yang berbahaya meski namanya tidak disebut dalam Al Qur’an dan Hadits tetap haram karena Nabi sudah mengatakan:
“Dilarang segala yang berbahaya dan menimpakan bahaya.” (Hadits hasan diriwayatkan Ibnu Majah, Daruquthni, dan Malik dalam Al-Muwatha’)
Di AS iklan rokok sudah dilarang tampil di TV-TV dan Radio. Orang-orang dilarang merokok di kantor-kantor pemerintah dan gedung-gedung di mana ada anak-anak (misalnya sekolah).
Jika Rokok haram, kenapa sebagian ulama merokok?
Rokok sebagaimana narkoba memang menyebabkan pemakainya ketagihan sehingga sulit untuk berhenti. Tidak sepantasnya ulama yang merupakan pewaris Nabi melakukan perbuatan yang dibenci Allah atau haram. Tidak pantas juga ulama membiarkan para santrinya yang masih tingkat Ibtida’iyah (SD), Tsanawiyah (SMP) atau ’Aliyah (SMU) untuk merokok.
Ulama sebagai teladan masyarakat harusnya memberi contoh ummatnya dengan mengerjakan hal yang wajib atau sunnah. Bukan justru rajin mengerjakan hal yang makruh atau dibenci Allah. Apalagi jika haram.
Ummat Islam termasuk ulama harus meninggalkan hal yang syubhat/tidak jelas.
An-Nu’man bin Basyir berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.’” (HR. Bukhori)
Dari dalil-dalil di atas, sebagaimana Narkoba, maka rokok sama haramnya.
Jangan takut miskin dan tawakkallah kepada Allah SWT.
MUI Siapkan Fatwa Haram untuk Rokok
Eramuslim.com. Majelis Ulama Indonesia sedang membahas kemungkinan dikeluarkannya fatwa haram untuk mengkonsumsi rokok. Seperti diketahui, sejak setahun lalu MUI terus mengkaji dan mempertimbangkan berbagai dampaknya, apabila nantinya fatwa tersebut dikeluarkan.
“Akhir tahun ini, kita akan membahas dengan sejumlah ulama, dan fatwa akan diberlakukan secara nasional jika dalam rapat tersebut menyetujui fatwa haram, ” kata Ketua MUI Amidhan di kantor MUI, Jakarta, Selasa (12/8).
Menurutnya, fatwa haram ini sesungguhnya bukan lagi hal baru di MUI, karena di beberapa negara telah menerapkan rokok sebagai barang haram.
Pada bulan Juli lalu, lanjutnya, telah diadakan rapat koordinasi daerah (rakorda) wilayah Sumatera yang telah menetapkan fatwa haram bagi rokok. Namun, menurutnya, ketetapan itu masih akan dibicarakan dengan sejumlah ulama dalam rapat ijtima. Sebelumnya Amidhan menambahkan, MUI Pusat telah menentukan fatwa makruh pada rokok, lima tahun yang lalu.
Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Ikatan Ahli Kesehatan pun mendesak MUI agar segera menetapkan fatwa haram bagi rokok. Untuk itu, Komnas Perlindungan Anak dan ikatan ahli kesehatan pun mendatangi kantor MUI untuk membicarakan tentang hal tersebut.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi berharap, dengan ditetapkannya fatwa haram bagi rokok akan menekan angka perokok di kalangan anak.
Baca artikel selengkapnya di:
http://eramuslim.com/berita/nas/8812141314-mui-siapkan-fatwa-haram-rokok.htm
Indonesia Perokok Terbanyak Asia
Jakarta, WASPADA Online
Prevalensi anak merokok di Indonesia mencapai tingkat mengkhawatirkan. Diperkirakan dari 70 juta anak di Indonesia, 37 persen atau 25,9 juta anak diantaranya merokok.
“Jumlah itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asia berdasarkan penelitian Global Youth Tobacco,” ujar Ketua Umum Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak Indonesia (FKPPAI), Dr. dr. Rahmat Sentika, SpA, MARS, kepada wartawan di Jakarta, Kamis kemarin.
Karenanya, 103 lembaga swadaya masyarakat tergabung dalam FKPPAI bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah segera menyusun peraturan perundang-undangan mengatur larangan merokok di kalangan anak-anak.
Data BPS menyebutkan, selama 2001 hingga 2004, kenaikan jumlah perokok anak terus meningkat dari 0,4 menjadi 2,8 persen. Anak-anak merokok disebabkan banyak faktor, seperti terpengaruh ajakan teman-temannya. Juga dampak dari pengaruh media yang gencar melakukan promosi rokok.
Di beberapa kota seperti Jakarta, Medan, Padang, Surabaya, Palembang dan Bandung, terjadi kenaikan usia mulai merokok pada anak-anak. Bahkan penelitian LPKM Universitas Andalas, lebih 50% responden mengaku merokok sejak usia 7 tahun.
Selain berbahaya pada kesehatan, merokok pada anak-anak bisa menjadi pintu masuk menuju penggunaan narkoba. Orang yang merokok sejak anak-anak menjadi 8 kali lebih memungkinkan menggunakan morfin, 22 kali kokain serta 44 kali mariyuana.
Baca artikel selengkapnya di:
www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=9819
Pandangan tentang Larangan Merokok bagi Anak
Friday, 15 February 2008
Sensus Sosial Ekonomi Nasional 2004, prevelensi perokok anak 13-15 tahun mencapai 26,8 dari total populasi Indonesia. Tren usia merokok makin dini, 5-9 tahun mencapai 1,8 %. 2846 tayangan televisi disponsori rokok di 13 stasiun TV. 1350 kegiatan diselenggarakan disponsori rokok. Konsumsi rokok tahun 2006 mencapai 230 milyar batang padahal tahun 1970 baru 33 milyar, akibatnya 43 juta anak terancam penyakit mematikan.
Gambaran Kondisi Anak Yang Merokok di Indonesia pada tahun 2004 :
· Pelajar pertama kali merokok pada usia dibawah 10 tahun.
· Jumlah perokok pemula 5-9 tahun meningkat 400%, yakni dari 0,89% pada tahun 2001 menjadi 1,8 % pada tahun 2004.
· Perokok 10-14 tahun naik 21 % yakni dari 9,5 % menjadi 11,5 %.
· Perokok 15-19 tahun menjadi 63,9% dari kelompok usia 15-19 tahun tersebut
Tuntutan KPAI:
1. Pemerintah segera meratifikasi framework convention on tobacco control (FTCT) yang disetujui 192 negara anggota WHO, 137 negara telah meratifikasi. Satu-satunya Negara di Asia yang belum meratifikasi adalah Indonesia.
2. Segara dibuat Undang-Undang larangan merokok bagi anak atau setidak-tidaknya masukkan pasal larangan merokok bagi anak dalam UU Kesehatan (yang sedang dalam proses amandemen) dan atau UU Kesejahteraan Sosial (yang sedang dalam proses pembuatan).
Wawancara Ketua KPAI dengan RCTI tanggal 15 Februari 2008
http://www.kpai.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=139&Itemid=178&lang=
Perokok Pasif Mempunyai Risiko Lebih Besar Dibandingkan Perokok Aktif
31 May 2004
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Padahal perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru dan penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga dan asthma.
Demikian penegasan Menkes Dr. Achmad Sujudi pada puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia dengan tema “Kemiskinan dan Merokok Sebuah Lingkaran Setan” sekaligus meluncurkan buku Fakta Tembakau Indonesia Data Emperis Untuk Strategi Nasional Penanggulangan Masalah Tembakau tanggal 31 Mei 2004 di Kantor Depkes Jakarta.
Mengingat besarnya masalah rokok, Menkes mengajak seluruh masyarakat bersama pemerintah untuk menjalankan cara-cara penanggulangan rokok secara sistematis dan terus menerus yaitu meningkatkan penyuluhan dan pemberian informasi kepada masyarakat, memperluas dan mengefektifkan kawasan bebas rokok, secara bertahap mengurangi iklan dan promosi rokok, mengefektifkan fungsi label, menggunakan mekanisme harga dan cukai untuk menurunkan demand merokok dan memperbaiki hukum dan perundang-undangan tentang penanggulangan masalah rokok.
Menurut Menkes, kemiskinan dan merokok terutama bagi penduduk miskin merupakan dua hal yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Seseorang yang membakar rokok tiap hari berarti telah kehilangan kesempatan untuk membelikan susu atau makanan lain yang bergizi bagi anak dan keluarganya. Akibat dari itu anaknya tidak dapat tumbuh dengan baik dan kecerdasanya juga tidak cukup berkembang, sehingga kapasitasnya untuk hidup lebih baik di usia dewasa menjadi sangat terbatas. Selain itu, kemungkinan besar sang ayah juga meninggal oleh karena penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok. Demikian seterusnya, sehingga merokok dan kemiskinan merupakan sebuah lingkaran setan
Menkes menambahkan, kebiasaan merokok di Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) penduduk Indonesia usia dewasa yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 31,6%. Dengan besarnya jumlah dan tingginya presentase penduduk yang mempunyai kebiasaan merokok, Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi (dibakar) pada tahun 2002 sebanyak 182 milyar batang rokok setiap tahunnya setelah Republik Rakyat China (1.697.291milyar), Amerika Serikat (463,504 milyar), Rusia (375.000 milyar) dan Jepang (299.085 milyar).
Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam sambutan tertulis yang dibacakan Dr. Frits Reijsenbach de Haan menyatakan, masyarakat miskin adalah kelompok masyarakat yang paling menjadi korban dari industri tembakau karena menggunakan penghasilannya untuk membeli sesuatu (rokok) yang justru membahayakan kesehatan mereka.
Dalam laporan yang baru saja dikeluarkan WHO berjudul “Tobacco and Poverty : A Vicious Cycle atau Tembakau dan Kemiskinan : Sebuah Lingkaran Setan” dalam rangka peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tanggal 31 Mei 2004, membuktikan bahwa perokok yang paling banyak adalah kelompok masyarakat miskin. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, jumlah perokok terbanyak berasal dari kelompok masyarakat bawah. Mereka pula yang memiliki beban ekonomi dan kesehatan yang terberat akibat kecanduan rokok. Dari sekitar 1,3 milyar perokok di seluruh dunia, 84% diantaranya di negara-negara berkembang.
Hasil penelitian itu juga menemukan bahwa jumlah perokok terbanyak di Madras India justru berasal dari kelompok masyarakat buta huruf. Kemudian riset lain membuktikan bahwa kelompok masyarakat termiskin di Bangladesh menghabiskan hampir 10 kali lipat penghasilannya untuk tembakau dibandingkan untuk kebutuhan pendidikan. Lalu penelitian di 3 provinsi Vietnam menemukan, perokok menghabiskan 3,6 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk pendidikan, 2,5 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan dengan pakaian dan 1,9 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk biaya kesehatan.
Menurut WHO, merokok akan menciptakan beban ganda, karena merokok akan menganggu kesehatan sehingga lebih banyak biaya harus dikeluarkan untuk mengobati penyakitnya. Disamping itu meropok juga menghabiskan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli makanan yang bergizi.
Baca artikel selengkapnya di:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=474
KPAI Gagas UU Larangan Merokok Bagi Anak
Kamis, 7 Februari 2008 | 22:23 WIB
MAGELANG, KAMIS - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggagas perlunya suatu Undang-Undang (UU) menyangkut larangan merokok bagi anak-anak.
“Peredaran rokok di Indonesia kini semakin tidak terkendali dan makin hari para perokok pemula makin berusia muda,” kata Sekretaris KPAI, Hadi Supeno, di Magelang, Kamis (6/2).
Pada tahun 1970, katanya, perokok pemula berusia 15 tahun, tahun 2004 berusia tujuh tahun sedangkan sekarang ini berusia antara lima hingga sembilan tahun.
“Akibatnya peredaran rokok di Indonesia tidak terkendali, dan itu berbahaya bagi anak-anak,” katanya.
Berdasarkan hasil penelitian KPAI perokok aktif di Indonesia sekitar 141,4 juta orang sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang. Cina dengan penduduk sekitar 1,2 miliar jiwa, perokoknya sekitar 300 juta.
Ia mengatakan, sekitar 80 persen dari total perokok Indonesia itu warga miskin dengan penghasilan sekitar Rp20 ribu per hari.
Sebanyak 2.846 tayangan di semua stasiun televisi di Indonesia selama satu tahun, katanya, disponsori rokok, sedangkan 1.350 kegiatan nasional juga sponsor rokok. Total produksi rokok pada tahun 1970 sekitar 33 miliar batang sedangkan tahun 2006 sekitar 230 miliar batang.
“Akibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan,” katanya. Ia menyatakan pentingnya pemerintah menekan perokok guna mencegah pengaruh buruk rokok bagi anak-anak.
Negara-negara maju seperti Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat berhasil menekan angka perokok secara signifikan. Tetapi di Indonesia justru mengalami peningkatan pesat.
Kebijakan pemerintah tidak mampu mengendalikan peredaran rokok karena rokok menjadi sumber pembiayaan pembangunan. Tahun 2007 cukai rokok mencapai sekitar Rp57 triliun, katanya.
Selain itu, katanya, Kementerian Perindustrian menjadikan rokok sebagai industri utama yang menyangga industri nasional, bahkan akan terus dikembangkan hingga tahun 2020.
“Seharusnya jangan produksi rokok yang dinaikkan tetapi cukai rokok yang dinaikkan sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak bisa dicapai anak-anak,” katanya.
Ia juga mengatakan, rancangan amandeman undang-undang tentang kesehatan yang dalam pembahasan saat ini antara lain mengatur larangan rokok bagi anak-anak. “Merokok bagi anak mengganggu pertumbuhan jaringan tubuh,” katanya.
Source: Antara
Baca artikel selengkapnya di:
http://www.kompas.com/read/xml/2008/02/07/22235461/kpai.gagas.uu.larangan.merokok.bagi.anak
Rabu, 06 Agustus 2008 12:24 WIB
Pemerintah Diminta Ratifikasi Konvensi Pengendalian Tembakau
JAKARTA–MI: LSM PINTAR (Pemuda Indonesia Tanpa Asap Rokok) meminta pemerintah untuk meratifikasi Konvensi PBB tentang pengendalian tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC).
Ketua LSM PINTAR Asri Al Jufri di Jakarta, Rabu (6/8), mengatakan hingga sekarang pemerintah Indonesia masih enggan untuk mengikuti jejak 160 negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional yang digagas WHO itu.
Ratifikasi konvensi tersebut, menurut Asri al Jufri , diperlukan karena jumlah perokok di Indonesia yang terus meningkat. Hasil penelitian WHO tahun 1975-1986 menunjukkan bahwa 75 persen pria Indonesia merupakan perokok, dan dari wanita sebanyak lima persen adalah perokok.
Hasil survei WHO di 100 negara termasuk Indonesia pada tahun 2004-2006 memperlihatkan terdapat 64,2 persen pelajar SMP yang tercemar asap rokok orang lain (perokok pasif). Sekitar 12,6 persen pelajar setingkat SMP di Indonesia adalah perokok aktif, yang 30,9 persen di antaranya telah merokok sebelum usia 10 tahun.
Berdasar data Puslitbang Departemen Kesehatan, jumlah konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 220 miliar batang per tahun. Jika harga per batang Rp500 maka pengeluaran untuk tembakau mencapai Rp110 triliun. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan penerimaan cukai rokok yang diterima negara sebesar Rp32,6 triliun per tahun.
Bahkan, menurut dia, rata-rata pengeluaran setiap keluarga untuk membeli rokok mencapai 20 persen dari total pendapatannya. Kalau pendapatan seorang karyawan rendahan atau pelaku usaha kecil misalkan sekitar Rp1,5 juta per bulan, maka anggaran untuk membeli rokok mencapai Rp300.000 per bulan.
Angka kematian akibat rokok di Indonesia berdasar data Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok cukup tinggi yakni mencapai 427.923 jiwa atau 1.200 per hari akibat berbagai penyakit yang yang ditimbulkan oleh 4.000 jenis zat berbahaya yang ada dalam setiap batang rokok.
Karena itu, lanjutnya, seorang perokok tidak cukup hanya merelakan 20 persen pendapatannya untuk membeli rokok, tetapi juga harus siap dengan pengeluaran yang lebih besar berupa biaya berobat atas berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan buruk tersebut.
Malahan para ahli kesehatan memperkirakan pengeluaran untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan oleh rokok mencapai 150 persen dari total pendapatan. Dicontohkan, kalau pendapatannya sebesar Rp1,5 juta per bulan, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk berobat adalah lebih besar yakni sekitar Rp2,5 juta per bulan. (Ant/OL-2)
Baca artikel selengkapnya di:
http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MjE0OTQ=
Sebelum Keluarkan Fatwa Rokok Haram, MUI Kaji Dampak Sosialnya
Kamis, 25 Okt 07 14:45 WIB
Majelis Ulama Indonesia masih mempertimbangkan mudharat lainnya, apabila untuk saat ini mengeluarkan fatwa haram merokok, meski di beberapa negara telah menetapkan rokok sebagai barang haram.
“Kita belum bisa mengeluarkan fatwa haram, karena kita masih mempelajari mudharat lain, apabila fatwa rokok haram dikeluarkan, “ujar Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin, di Jakarta, Kamis(25/10).
Menurutnya, yang masih menjadi pertimbangan saat ini adalah nasib para petani tembakau, dan juga ratusan karyawan yang bekerja di pabrik rokok.
MUI belum dapat menyelesaikan berbagai kendala yang ditimbulkan oleh rokok baik dari segi aspek perseorangan maupun sosialnya, sebab prosesnya untuk di Indonesia tidak semudah yang terjadi di beberapa negara, seperti Arab Saudi dan Malaysia, di mana lembaga fatwanya sudah lebih dulu menetapkan rokok sebagai barang haram.
“Di negara-negara itu tidak ada petani tembakau ataupun pabrik rokok, jadi lebih mudah mengeluarkan fatwa haram, kalau di Indonesia kondisinya seperti itu juga mudah dibuat fatwanya, “jelasnya.
Ia menambahkan, salah satu ormas Islam yaitu Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sudah mengharamkan rokok bagi para anggotanya.
Sebelum MUI mengeluarkan fatwa rokok haram, Ma’ruf meminta agar pemerintah dapat mengantisipasi dampak yang akan ditimbulkan setelah itu, antara lain membuka lapangan kerja baru bagi petani tembakau dan karyawan pabrik rokok. (novel)
Baca artikel selengkapnya di:
http://eramuslim.com/berita/nas/7a25121823-sebelum-keluarkan-fatwa-rokok-haram-mui-kaji-dampak-sosialnya.htm?rel
Merokok itu Haram
Sekitar 442 ribu orang di AS mati tiap tahun karena penyakit yang disebabkan rokok. Penyakit Kanker Paru-paru yang mematikan, 90% disebabkan oleh rokok. Rokok juga meningkatkan serangan Stroke/jantung hingga 50%. Rokok juga mengganggu penderita asma dan penyakit paru-paru lainnya.
Bahkan bagi perokok pasif (orang yang tidak merokok, tapi menghisap rokok dari perokok) rokok sangat berbahaya. 3000 orang mati karena kanker paru-paru dan 35.000 karena serangan jantung setiap tahunnya akibat tak sengaja menghisap asap dari perokok (MS Encarta).
Di bungkus rokok jelas disebut bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, gangguan kesehatan janin, dan impotensi..
Oleh karena itu rokok bisa dibilang haram karena merusak diri sendiri dan orang lain:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al Baqarah:195]
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu’aib, maka ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan.” [Al ‘Ankabuut:36]
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya” [Al A’raaf:56]
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” [Asy Syu’araa:183]
Dari Sa’id Sa’d bin Malik bin ra, bahwa Rasululloh SAW bersabda, “Dilarang segala yang berbahaya dan menimpakan bahaya.” (Hadits hasan diriwayatkan Ibnu Majah, Daruquthni, dan Malik dalam Al-Muwatha’)
Allah dan Rasulnya menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan semua yang buruk:
“Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” [Al A’raaf:157]
Sering orang merokok di tempat umum sehingga mengganggu orang lain. Bau dan asap rokok mengganggu orang lain. Ini adalah dosa besar. Jangankan rokok yang haram, orang yang makan bawang putih yang halal karena baunya mengganggu dilarang masuk ke dalam masjid:
Ibnu Umar ra. berkata:
Sesungguhnya Rasulullah saw. dalam perang Khaibar pernah bersabda: Barang siapa makan buah ini (bawang putih), maka janganlah ia memasuki mesjid. (Shahih Muslim No.870)
Anas ra.: Bahwa Dia pernah ditanya tentang bawang putih. Anas menjawab: Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda: Barang siapa yang makan pohon ini (bawang putih), maka janganlah ia dekat-dekat kami dan jangan ia ikut salat bersama kami. (Shahih Muslim No.872)
Jabir ra. berkata: Rasulullah saw. melarang makan bawang merah dan bawang bakung. Suatu saat kami butuh sekali sehingga kami memakannya. Beliau bersabda: Barang siapa yang makan pohon tidak sedap ini, janganlah ia mendekati mesjid kami. Sesungguhnya para malaikat akan merasa sakit (karena aromanya) seperti halnya manusia. (Shahih Muslim No.874)
Rokok haram karena merupakan pemborosan. Jika sebungkus rokok Rp 8.000, maka sebulan orang tersebut harus mengeluarkan Rp 240 ribu untuk hal yang justru merusak dirinya sendiri dan orang lain. Padahal uang tersebut bisa digunakan untuk menyekolahkan 2 orang anaknya. Allah melarang sifat boros yang merusak seperti itu:
”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Merokok haram karena bukan hanya tidak berguna, tapi justru merusak:
Abu Hurairoh ra berkata: “Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)
Kalau mengerjakan hal yang tidak berguna saja berarti ke-Islamannya tidak baik, apalagi orang yang mengerjakan hal yang merusak.
Orang yang merokok paling tidak menghabiskan 10 menit untuk setiap batang rokok yang dia hisap. Jadi kalau 12 batang sehari, dia menghabiskan 120 menit setiap hari untuk hal-hal yang merusak.
Mayoritas ulama berpendapat jika tidak makruh, maka rokok itu adalah haram. Oleh sebab itu, sudah saatnya ummat Islam meninggalkan rokok. Tidak pantas ummat Islam menghamburkan uang untuk sesuatu yang merusak dirinya dan dibenci oleh Allah SWT.
Fatwa merokok itu HARAM:
1. Muzakarah Jawatan kuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Hal Ehwan Islam Malaysia kali ke 37 yang bersidang pada 23 Mac 1995 di Kuala Lumpur.
2. Fatwa yang termasyur di seluruh dunia iaitu Al-Marhum Mufti Saudi, Syeikh Abdul Aziz bin Baaz
3. Fatwa Al-Azhar terdahulu iaitu Syeikh Abdullah Al-Masyd (Ketua Lembaga Fatwa Azhar), Dr. Ahmad ‘Umar Hashim’ (Naib Canselor Al-Azhar) dan lain lain.
Ulama yang menganggap merokok itu haram:
1. Dr. Yusof al-Qardhawi lebih cenderung kepada hukum haram merokok..
2. Para ulama Hijaz juga cenderung kepada hukum haram merokok.
3. Syeikh Mahmud Syaltut cenderung kepada hukum haram merokok.
Referensi:
http://suhaimy.org/online-biz/fatwa-merokok-adalah-haram/#comment-21969
http://encarta.msn.com/encyclopedia_761579162/Smoking.html
http://encarta.msn.com/encyclopedia_761588804/Lung_Cancer.html
http://soni69.tripod.com/fiqh/fiqh_ahkam_merokok.htm
Sumber foto:
http://kosong.blogsome.com/images/anak3.jpg
www.tranungkite.net/photo/albums/userpics/100…
www.vhrmedia.com