Friday, April 11, 2008
Si Bolang Porno (edited)
Adaptasi dari Kisah nyata.By Mr Ayahara. Sumber: Ayahara1.multiply.com
Bocah bocah kelas 3-5 SD, berpetualang di sungai Ciliwung, dibawah kolong jembatan Panus Depok yang dibangun Belanda, sudah berlumut, dengan bentuk lengkung dibawahnya khas jembatan arsitektur Belanda. kini di Pilar jembatan berbahan batu kali tersebut dipasangi meteran pengukur banjir kiriman Untuk Jakarta.
Siang matahari seolah membakar rambut 4 bocah bernama julukan Boding, Lancuk, Witok dan Dodol (nama julukan dan samaran untuk melindungi tokoh asli).
Inilah perkenalan dari mereka:
Nama Budi, Siswa Kelas 3 SD, aku mendapat julukan Boding Karena memiliki bibir Jeding (bibir tebal atau dower dibagian atas, kalau tebal/dower di bagian bawah biasa disebut Memble, kalau duanya tebal biasa disebut Dower, begitu kata teman temanku).
Rambutku hitam lebat, tebal seperti Sapu Ijuk). Dengan Gigi depanku besar besar agak Maju, tapi tidak separah majunya Gigi Pelawak Malih ataupun Tukul.
Namaku Sunarno, aku mendapat nama julukan Lancuk, aku Juga masih kelas 4 SD, tubuhku agak pendek, sehingga kalau berjalan sengaja membusungkan dada agar terlihat tinggi, entah siapa di antara kawan-kawanku yang memanggiku Lancuk. Aku juga tidak tahu apa artinya Lancuk.
Namaku Suwito, aku kelas 5 SD, aku biasa dipanggil Toto oleh ibuku, tapi teman-temanku memanggilku witok. Alisku Tebal, gigiku taringku tonggos satu dan aku pemberani dan sering memimpin jalan jalan petualangan.
Yang terakhir
Namaku Udin, kelas 5 SD, aku mendapat julukan Dodol karena pernah makan Dodol sendirian tidak mau bagi-bagi. Kulitku Putih, badanku paling tinggi, kata teman-temanku wajahku ganteng.
Mereka senang sekali bermain-main di alam. Karena kebanyakan mereka pincahan dari jakarta, si Witok saja yg pindahan Bogor. Witok sering mengajak bermain berpetualang. Dan ketika bosan bermain-main di dekat Rumah Witoklah yg mengajak jalan. "panas panas begitu kit main ke kali Ciliwung Yuk, kita lewat rawa dan sawah, sekalian kita mancing. Gue bosen mancing ikan rawa nih" kata witok.,
"Nyok (yuk)" kata Boding, Lancuk, dan Dodol
Mereka segera bergegas mengambil pancingan dari bambu, berjalan bersiul siul, sambil memetik buah marmut dari semak2 (buah berwarna kuning bila matang, yang terbungkus serabut yang pohonnya setinggi 1 meter, menjalar) yang Biasa dimakan burung dan binatang liar.
Setelah Berjalan sekitar 15 menit, mereka mulai mencium aroma air sungai, semilir angin sejuk, dingin seperti AC 25 derajat pagi siang suhunya stabil tak berubah, suara gesekan daun-bambu terdengar, ditambah suara tonggeret (serangga seperti lebah) yang nyaring menjadi Musik Alami kontemporer.
Sungai ciliwung mulai terlihat tebingnya sangat dalam.
Mereka menuruni Tebing sungai yang dalamnya kira-kira 25 meter, perlahan-lahan menuruni tangga dari tanah buatan penduduk dan penduduk/masyarakat sekitar sungai menyebutnya daerah sungai yang angker, yang kata masyarakat sekitar banyak dihuni Buaya Putih (siluman), Tapi mereka tidak takut dan tidak peduli, yang penting bisa mancing. Dan Berpetualang
Setelah Menapak di batu batu sungai, Si Bolang-bolang dari Depok mulai menggunakan (batang alat pancing) terbuat dari bambu tipis yang diserut dibuat sendiri dan benang pancing + kail + timah pemberat sebesar biji kacang hijau, tanpa pelampung (pelampung pancingan terbuat dari kayu ringan yang diikatkan setelah timah pemberat).
Saat Itu, sedang musim kemarau, air sungai agak kering terlihat batu-batu besar berlubang-lubang kecil dan batu kecil yang licin, air yang menjadi dangkal alias cetek berwarna kecoklatan namun bening bila di lihat dari dekat.
Di aliran dan genangan air terlihat ikan-ikan Tawes dan benter kadang ada ikan sapu sapu. Pancing mereka diarahkan ke air, sambil menunggu getaran getaran saat ikan Tawes menyentuh kail ( terasa dredet deredett).
Bila terasa dredet maka langsung tarik pancingnya, berbeda dengan alat pancing di rawa harus pakai pelampung bila umpan dimakan, maka Cuma gerakan pelampung yang terlihat tapi tidak merasakan sensasi getaran ikan.
Tiba-tiba salah satu si bolang yang bernama Boding berteriak "AWAS ADA BUAYA…"
"Mane mane? " teriak Dodol, Witok dan Lancuk dengan wajah pucat ketakutan, lari kepinggir sungai
"TUH Dia, tadi ude gue timpuk (dilempari batu) sampai hancur"
"mana?" Kata Lancuk
"Tuh buaya Kuning" kata Boding sambil memperlihatkan giginya yang besar-besar dan dekil.
"Sialan lu ding, itu sih tokai (kotoran manusia)"
"hahaha" Dodol dan Witok , mulut mereka terbuka, pamer gigi dan jigong (plak) nya, sampai terpingkal pingkal.
Setelah selesai dengan insiden buaya kuning, mereka melanjutkan perjalanan mancingnya, jalan perlahan menuju hulu, melawan arus air yang lambat,
Masih tak jauh dari kolong jembatan, Pancing mereka beraksi kembali, tangan Witok bergetar terasa "dredet dret", Witok mengangkat pancingnya , dan dapat ikat Tawes. 'yihui Gue dapet" sambil pamer, Witok meledek Dodol yang berkulit putih masih belum pantas menjadi si bolang, karena pindah dari Jakarta ke Depok, sedangkan Lancuk dan Witok si bolang asli karena pindahan dari sebuah desa di pedalaman kabupaten Bogor.
Para anak kota yang main di kampung pantas juga dikatai "kota-an lu ", karena nggak tahu pantangan2 bertindak tanduk di alam bebas
"Dol, lu bego, banget belum dapet juga…" Witok meledek Dodol.
"Diem lu tok, jangan ngomong melulu, xxxxxx lu" (omongan porno tentang alat kelamin) wajah putih dodol berubah jadi memerah, matanya seolah mau meloncat keluar.
Witok terdiam dibentak Dodol sambil berpikir dalam hati “wah gawat nih ngomong Jorok di tempat angker begini.
Akhirnya Dodol melangkah mencari lahan baru..
Baru beberapa langkah, “Seet…. Gedebuk… "aduuhhhh…"
Seolah kakinya terdorong atau mungkin terpelest licinnya lumut sungai.
Dodol jatuh pantat duluan, lalu terlentang dibatu-batu, baju dan celananya sedikit basah, mbil masih memegang pancing.. sambil muka ditekuk, jidat putih mulusnya nya berkerut
"Aduuuh kapok deh gue"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment